(Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat)
Sering kita temui keadaan dimasyarakat para anggotanya
pada kondisi tertentu, diwarnai oleh adanya persamaan-persamaan dalam berbagai
hal. Tetapi juga didapati perbedaan-perbedaan dan bahkan sering kita temui pertentangan-pertentangan. Itulah sebabnya keadaan
masyarakat dan Negara mengalami kegoyahan-kegoyahan yang terkadang keadaan
tidak terkendali dan dari situlah terjadinya perpecahan.
Sudah tentu sebabnya,
misalnya adanyapertentangan karena perbedaan keinginan.
Pertentangan sosial dapat diartikan sebagai
suatu konflik yang terjadi pada masyarakat sehingga kelompok-kelompok tertentu,
misalnya pada kelompok etnis, kelompok agama, kelompok ideology tertentu
termasuk antara mayoritas dan minoritas. Perbedaan kepentingan sebenarnya
merupakan sifat naluriah disamping adanya persamaan kepentingan.
integrasi sosial adalah
sesuatu yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain dalam
unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak
terpecah jika menghadapi berbagai tantangan yang timbul dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme, struktur sistem sosial
terintegrasi dalam suatu masyarakat di atas tumbuhnya kesepakatan
antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai
kemasyarakatan yang bersifat mendasar. Dimana kelompok-kelompok etnik
beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat,
namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing.
Salah satu contoh kasusnya adalah konflik di aceh timur, Penelitian
YAPPIKA di sepuluh kabupaten di NAD, termasuk Aceh Timur (Kecamatan Peureulak
dan Darul Aman) menunjukkan lemahnya pranata di tingkat komunitas desa.
Kelemahan ini disebabkan karena penyeragaman struktur pemerintahan desa selama
masa Orde Baru serta akibat konflik yang memunculkan perasaan saling curiga dan
ketakutan di antara warga masyarakat desa. Dalam kondisi konflik, peran dan
posisi Geuchik sebagai kepala pemerintahan di desa juga tidak maksimal karena
unsur ketakutan, baik terhadap TNI atau GAM, sering lebih dominan daripada
keberpihakan terhadap masyarakat desa. Bagi TNI dan GAM, desa menjadi ajang
pertarungan politik berupa tuntutan loyalitas dan pengaruh politik serta
kepentingan ideologi (budaya & struktur tradisional Aceh vs orientasi
politik pemerintahan Orde Baru). Ketakutan serta strategi militer yang membatasi
ruang gerak masyarakat sipil juga membatasi kebebasan bergerak serta berkumpul
masyarakat desa, sehingga pertemuan-pertemuan di tingkat desa untuk membahas
kesejahteraan desa juga sering tidak bisa terlaksana. Selain itu, di beberapa
desa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah desa sangat
rendah terbukti dari tuduhan korupsi yang sering dilontarkan kepada perangkat
desa, meskipun di desa-desa lain perangkat desa mendapat kepercayaan dari
warganya.
Kasus tersebut timbul karena adanya ketidakjujuran
pemerintah terhadap masyarakat yang membuat masyarakat menjadi geram.
Seharusnya sebagai pemerintah daerah haruslah jujur terhadap masyarakatnya agar
masyarakat tetap hidup rukun dan damai.
Dengan berpegang pada prinsip bahwa tingkah laku
individu merupakan cara atau di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan
manifestasi pemenuhan dari kepentingan itu sendiri. Pada umumnya secara
psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu
kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu
yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani,
maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya.
Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu
faktor pembawaan (Hereditas) dan faktor lingkungan sosial sebagai komponen
utama bagi terbentuknya keunikan individu.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar
maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini
dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari
kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu
dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan
ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek,
mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu.
Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi
seseorang atau golongan yang bercorak negatif sebagai akibat tidak lengkapnya
informasi dan sifatnya yang subjektif.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar