Pada pos sebelumnya saya telah mengepos tentang hak paten dan ini adalah contoh kasus - kasus mengenai hak paten. Semoga Bermanfaat....
Fortinet Tersandung Kasus Hak Paten
Jakarta - Fortinet,
sebuah perusahaan pengaman baru tengah mengalami masalah seputar hak paten
dengan Trend Micro. Tak hanya itu, Fortinet juga akan ditinggal pergi Direktur
Keuangannya, Hal Covert. Ada apa gerangan? Kompetitor Fortinet--Trend
Micro--telah melakukan pengaduan ke kantor International Trade Commision (ITC)
Amerika Serikat karena menilai Fortinet telah melanggar hak paten Trend Micro
soal pemindaian virus-virus di gateway. Akibat pengaduan tersebut, alhasil
bulan Agustus kemarin Fortinet diminta untuk tidak menjual peralatan Fortigate
dan produk-produk yang mengandung piranti lunak pengaman lain keluarannya di
seantero Amerika Serikat.
Sementara itu, para
mitra kerja Fortinet juga mengeluhkan pelayanan lapangan yang diberikan
Fortinet masih kurang."Terlalu banyak isu yang beredar di sekitar Fortinet
saat ini. Banyak klien kami merasa kecewa dan kami tidak dapat terus menerus
menjelaskan kepada mereka akan masalah internal yang mereka hadapi," ujar
salah seorang wakil dari distributor produk Fortinet yang memutuskan hubungan
dengan produsen piranti pengaman terkait. Sementara itu pihak Trend Micro lewat
penasihat hukum Carolyn Bostick seperti dikutip detikinet Selasa (27/9/2005)
mengatakan, semua produk Fortinet yang dijual oleh para distributor adalah juga
termasuk subjek-subjek yang diperingati ITC. Dan Fortinet bertanggung jawab
untuk menghentikkan mereka menjual produk-produk yang dipermasalahkan.
Selain itu sehubungan
dengan kepergian Chief of Financial Officer-nya (CFO), Hal Covert 1 Oktober
nanti untuk menjadi CFO perusahaan piranti lunak komunikasi Openwave, Redwood
City, California, pihak Fortinet membantah hal ini bukan gejala pelemahan di
tubuh Fortinet. Dari semua 'badai' yang terjadi, menurut Wakil Presiden Divisi
Sales dari Fortinet untuk Amerika, Chris Andrews, mengatakan hal ini tidak akan
berpengaruh terhadap angka penjualan. Perusahaan mengharapkan untuk dapat
menutup kuartal ketiganya--yang berakhir minggu ini--dengan pertumbuhan angka
penjualan tahun per tahun sebesar 100 persen di Amerika Serikat. "Dengan
angka penjualan yang kuat, perusahaan masih tetap berada dalam posisi menuju
Initial Public Offering (IPO).Kami tidak melihat isu besar yang dapat
menghentikan langkah kami tersebut," kata Fortinet, CEO dan Presiden
Fortinet, Ken Xie, mengakhiri.
( ien )
Tanggapan :
Dari contoh kasus di atas, kita
dapat menyimpulkan bahwa permasalahan yang besangkutan dengan hak paten
bukanlah masalah yang mudah, selain hak paten di lindungi oleh undang-undang,
itu juga merupakan tanda atau batasan mengenai produk dari suatu pasar
(produksi). Masalah hak paten pada produk "Teknologi" lebih banyak di
temui, seperti contoh di atas. sebaiknya tiap produsen harus benar-benar
memperhatikan apa yang akan mereka produksi. dan jika harus, bisa mengajukan
permohonan kalim paten pada barang yang telah di produksi, dengan tujuan untuk
melindungi(dengan undang-undang). karena paten diberikan atas dasar
permohonan.
Facebook
Tersandung Hak Paten Jempol
Dengan julukan jejaring sosial nomor
satu dunia dan memiliki jutaan pengguna, tidak berarti Facebook tidak pernah
lepas dari masalah. Kabar terbaru mengatakan bahwa Facebook sedang tersandung
kasus hak paten jempol.
Menurut penjelasan di Wikipedia, tombol like atau jempol mempunyai artian bagus atau direkomendasikan. Fitur seperti ini memang sudah lama sekali beredar di dunia maya, namun kemunculan serta penggunaan aktifnya dengan icon jempol teracung tersebut baru pertama kali diperkenalkan oleh Facebook pada tanggal 09 Februari 2009 silam.
Setelah munculnya fitur like ini, banyak jejaring sosial lain yang mengembangkan fitur tombol senada seperti yang dibuat Facebook. Namun, menurut lansiran berita dari Market Watch (05/02), Facebook digugat oleh sebuah perusahaan lain terkait dengan penggunaan tombol like tersebut.
BBC (11/02) menuliskan, tombol like yang digunakan Facebook itu merupakan hasil ciptaan seorang programer Belanda yang kini telah meninggal bernama Joannes Jozef Everardus van Der Meer.
Tombol tersebut juga telah memiliki hak paten yang kini dimiliki oleh sebuah perusahaan bernama Rembrandt Social Media. "Kita percaya paten yang dimiliki oleh Rembrandt dan digunakan oleh Facebook secara ilegal tersebut merupakan salah satu landasan dari berdirinya dunia jejaring sosial saat ini," ungkap pengacara dari Fish and Richardson, Tom Melsheimer.
Sebelum Van Der Meer meninggal pada tahun 2004 silam, Rembrandt berhasil mendapatkan hak paten tersebut dan digunakan untuk membangun jejaring sosial yang dinamakan Surfbook.
Hak paten tersebut juga telah dipatenkan oleh Van Der Meer pada tahun 1998 atau tepatnya 5 tahun sebelum munculnya Facebook. Karena penggunaan tombol like secara ilegal atau pelanggaran hak paten tersebut, maka Rembrandt mengirimkan surat gugatan ke pengadilan di Virginia.
Sampai sekarang belum ada keterangan dari Facebook terkait gugatan ini.
Menurut penjelasan di Wikipedia, tombol like atau jempol mempunyai artian bagus atau direkomendasikan. Fitur seperti ini memang sudah lama sekali beredar di dunia maya, namun kemunculan serta penggunaan aktifnya dengan icon jempol teracung tersebut baru pertama kali diperkenalkan oleh Facebook pada tanggal 09 Februari 2009 silam.
Setelah munculnya fitur like ini, banyak jejaring sosial lain yang mengembangkan fitur tombol senada seperti yang dibuat Facebook. Namun, menurut lansiran berita dari Market Watch (05/02), Facebook digugat oleh sebuah perusahaan lain terkait dengan penggunaan tombol like tersebut.
BBC (11/02) menuliskan, tombol like yang digunakan Facebook itu merupakan hasil ciptaan seorang programer Belanda yang kini telah meninggal bernama Joannes Jozef Everardus van Der Meer.
Tombol tersebut juga telah memiliki hak paten yang kini dimiliki oleh sebuah perusahaan bernama Rembrandt Social Media. "Kita percaya paten yang dimiliki oleh Rembrandt dan digunakan oleh Facebook secara ilegal tersebut merupakan salah satu landasan dari berdirinya dunia jejaring sosial saat ini," ungkap pengacara dari Fish and Richardson, Tom Melsheimer.
Sebelum Van Der Meer meninggal pada tahun 2004 silam, Rembrandt berhasil mendapatkan hak paten tersebut dan digunakan untuk membangun jejaring sosial yang dinamakan Surfbook.
Hak paten tersebut juga telah dipatenkan oleh Van Der Meer pada tahun 1998 atau tepatnya 5 tahun sebelum munculnya Facebook. Karena penggunaan tombol like secara ilegal atau pelanggaran hak paten tersebut, maka Rembrandt mengirimkan surat gugatan ke pengadilan di Virginia.
Sampai sekarang belum ada keterangan dari Facebook terkait gugatan ini.
PT Duniatex Kalahkan PT Sritex, OC
Kaligis: Kaji Ulang Hak Paten!
Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI) dinilai gegabah dalam memberikan hak paten pada seseorang atau lembaga
yang mengklaim sebuah produk tertentu. Karena itu diharapkan untuk mengambil
pelajaran dari kasus persidangan hak paten yang menimpa Dirut PT Duniatex
Karanganyar. Dirjen HAKI juga diminta untuk mengkaji ulang hak-hak paten yang
sudah terlanjur dikeluarkan.
Hari ini, Kamis (22/3/2012), Dirut PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT/Duniatex) Karanganyar, Jau Tau Kwan, divonis bebas oleh majelis hakim di PN Karanganyar. Hakim menilai barang yang diproduksi Jau, yaitu kain grey rayon garis kuning bukan merupakan karya seni terapan yang harus dilindungi oleh hak cipta. Karena itu, majelis hakim menilai hak cipta yang sudah dipegang oleh PT Sritex Sukoharjo harus dinyatakan batal.
"Dirjen HAKI memang harus belajar dari kasus ini. Kain garis kuning itu dimana-mana ada di seluruh dunia. Di Cina paling banyak dapat kita temui. Artinya itu sudah merupakan barang massal yang telah diproduksi massal di mana-mana. Dirjen HAKI terlalu gegabah memberikan hak paten kepada seseorang yang mengklaim pencipta barang tersebut hanya karena unsur kedekatan," ujar praktisi hukum OC Kaligis, kepada wartawan di Solo, Kamis (22/3/2012).
Kaligis mengatakan sebaiknya Dirjen segera mengkaji untuk menarik kembali hak paten yang telah diberikan kepada PT Sritex atas penciptaan kain tersebut. Selain itu, Dirjen HAKI juga harus mengkaji ulang sejumlah hak paten yang telah terlanjur diberikan kepada sejumlah pihak atas barang-barang atau produk-produk yang telah diproduksi massal karena sudah menjadi domain publik.
"Kali ini klien kami yang kena, besok-besok bisa saja siapa pun akan terancam hukuman jika ternyata Dirjen HAKI sembrono dengan mudah memberikan hak paten kepada seseorang atas sebuah ciptaan," ujar pengacara Jau Tau Kwan tersebut.
Jau Tau Kwan sendiri mengaku kaget saat dirinya dilaporkan oleh pihak Sritex ke polisi atas tuduhan pelanggaran hak cipta. Menurutnya, selama ini pihaknya memproduksi grey rayon garis kuning karena ada order. Lagipula setahu Jau, kain grey crayon garis kuning telah lama diproduksi massal oleh berbagai pihak. Ketika memproduksi, Jau mengaku sama sekali tidak tahu bahwa kain tersebut telah dipatenkan oleh Sritex.
"Lagipula mengapa tidak terlebih dulu ditempuh jalan yang lebih bijak. Kalau memang niatnya baik-baik, bisa saja lebih dulu mengirim somasi dengan mengatakan bahwa dia (PT Sritex) yang paling berhak atas penciptaan kain itu. Bukan langsung melakukan pelaporan hingga seperti ini. Kami tidak tahu kalau ada hak cipta itu padanya. Lagian mereka mendapatkannya juga baru saja (Agustus 2011 -red)," ujar Jau Tau Kwan.
Sementara itu, pihak Sritex selaku pelapor tidak ada yang bisa memberikan tanggapan atas vonis bebas Jau Tau Kwan. Dirut PT Sritex, Iwan Lukminto, saat dihubungi mengaku sedang berada di Cina dan tidak bersedia memberikan jawaban. Direktur Pemasaran PT Sritex, Arif Halim, maupun Humas PT Sritex, Evie Sunarko, saat dihubungi tidak bersedia memberikan tanggapan.
Pada 15 Agustus 20011 lalu, Dirjen HAKI memang telah menyerahkan hak paten kepada tujuh karya yang didaftarkan oleh PT Sritex Sukoharjo. Tujuh karya yang mendapat pengakuan sebagai karya asli Sritex itu adalah seni gambar benang kuning, satu motif loreng, tiga motif loreng digital, logo Sritex, dan logo Sritex Group.
Hari ini, Kamis (22/3/2012), Dirut PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT/Duniatex) Karanganyar, Jau Tau Kwan, divonis bebas oleh majelis hakim di PN Karanganyar. Hakim menilai barang yang diproduksi Jau, yaitu kain grey rayon garis kuning bukan merupakan karya seni terapan yang harus dilindungi oleh hak cipta. Karena itu, majelis hakim menilai hak cipta yang sudah dipegang oleh PT Sritex Sukoharjo harus dinyatakan batal.
"Dirjen HAKI memang harus belajar dari kasus ini. Kain garis kuning itu dimana-mana ada di seluruh dunia. Di Cina paling banyak dapat kita temui. Artinya itu sudah merupakan barang massal yang telah diproduksi massal di mana-mana. Dirjen HAKI terlalu gegabah memberikan hak paten kepada seseorang yang mengklaim pencipta barang tersebut hanya karena unsur kedekatan," ujar praktisi hukum OC Kaligis, kepada wartawan di Solo, Kamis (22/3/2012).
Kaligis mengatakan sebaiknya Dirjen segera mengkaji untuk menarik kembali hak paten yang telah diberikan kepada PT Sritex atas penciptaan kain tersebut. Selain itu, Dirjen HAKI juga harus mengkaji ulang sejumlah hak paten yang telah terlanjur diberikan kepada sejumlah pihak atas barang-barang atau produk-produk yang telah diproduksi massal karena sudah menjadi domain publik.
"Kali ini klien kami yang kena, besok-besok bisa saja siapa pun akan terancam hukuman jika ternyata Dirjen HAKI sembrono dengan mudah memberikan hak paten kepada seseorang atas sebuah ciptaan," ujar pengacara Jau Tau Kwan tersebut.
Jau Tau Kwan sendiri mengaku kaget saat dirinya dilaporkan oleh pihak Sritex ke polisi atas tuduhan pelanggaran hak cipta. Menurutnya, selama ini pihaknya memproduksi grey rayon garis kuning karena ada order. Lagipula setahu Jau, kain grey crayon garis kuning telah lama diproduksi massal oleh berbagai pihak. Ketika memproduksi, Jau mengaku sama sekali tidak tahu bahwa kain tersebut telah dipatenkan oleh Sritex.
"Lagipula mengapa tidak terlebih dulu ditempuh jalan yang lebih bijak. Kalau memang niatnya baik-baik, bisa saja lebih dulu mengirim somasi dengan mengatakan bahwa dia (PT Sritex) yang paling berhak atas penciptaan kain itu. Bukan langsung melakukan pelaporan hingga seperti ini. Kami tidak tahu kalau ada hak cipta itu padanya. Lagian mereka mendapatkannya juga baru saja (Agustus 2011 -red)," ujar Jau Tau Kwan.
Sementara itu, pihak Sritex selaku pelapor tidak ada yang bisa memberikan tanggapan atas vonis bebas Jau Tau Kwan. Dirut PT Sritex, Iwan Lukminto, saat dihubungi mengaku sedang berada di Cina dan tidak bersedia memberikan jawaban. Direktur Pemasaran PT Sritex, Arif Halim, maupun Humas PT Sritex, Evie Sunarko, saat dihubungi tidak bersedia memberikan tanggapan.
Pada 15 Agustus 20011 lalu, Dirjen HAKI memang telah menyerahkan hak paten kepada tujuh karya yang didaftarkan oleh PT Sritex Sukoharjo. Tujuh karya yang mendapat pengakuan sebagai karya asli Sritex itu adalah seni gambar benang kuning, satu motif loreng, tiga motif loreng digital, logo Sritex, dan logo Sritex Group.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar